Tuesday, 21 April 2015

Busana dan tata rias penampilan Jaranan

BUSANA DAN RIAS TARI JARANAN
Ø  Secara umum
·         Penggunaan hiasan pada kepala (iket/tekes/irah2an/jamangan) perlu dipertimbangkan kembali sesuai dengan spirit, motif maupun latar belakang seni jaranan.  Untuk kebutuhan pengembanan hiasan kepala kita bisa menyimak relief yang ada di candi-candi sekitar Kediri-Tulungagung-Blitar-Malang.
·         Model make up untuk celeng yang membawa property celeng tidak perlu dibubuhi taring pada bibir, akan lebih tepat bilai hanya dengan make up tajam sesuai dengan karakter yang Nampak pada property celeng.  Demikian pula pada make up peran antagonis yang lain.
·         Untuk kebutuhan seni pertunjukan diatas panggung, bila para creator ataupun pimpinan grup ingin mengembalikan tata busana jaranan seperti sediakala (tanpa baju) seyogyanya dipertimbangkan aspek keindahannya, mungkin tubuh yang kelihatan perlu dibedak (mangir atau lulur) sehingga Nampak indah dan bersih.
·         Banyak sekali para peserta yang mengenakan celana terlalu pendek (diatas lutut) sehingga mengurangi keindahan, seyogyanya diupayakan celana yang dikenakan oleh para penari sepanjang menutupi lutut (ketika dibuat jengkeng ataupun mendak, lutut tidak Nampak).
Ø  Secara spesifik
·         Perlu ada pengembangan yang lebih karakteristik untuk busana seni jaranan, terutama pada jepaplokan, celeng, kucingan ataupun peran lainnya.
·         Ada baiknya bila warna baju juga disesuaikan dengan bentuk dan jenis jaranan, misalnya untuk mewakili karakter jaranan senterewe yang cenderung agak lincah itu warna apa, misalnya bisa dengan alternative penggunaan warna : merah – kuning – atau warna apa lagi ?, untuk celeng akan lebih tajam menggunakan warna hitam, untuk jepaplokan mungkin masih relevan dengan mengenakan kaos lorek-lorek merah-putih atau lorek lainnya dengan celana panjang yang diberi pisir merah putih pada pinggiran memanjang kebawah.

Properti/Alat perlengakapan Tari jaranan

PROPERTY (PERLENGKAPAN) TARI
Ø  Kuda kepang
Pada umumnya warna kuda kepang terdiri dari dua warna kontras, teruta ada nuansa hitam yang lebih kuat dan ada nuansa putih yang lebih kuat, karena warna hitam-putih ini sebenarnya merupakan symbol tentang kondisi alam, yaitu adanya siang-malam, baik-buruk, hidup-mati.  Nilai filosofi ini sangat sayang kalau dihilangkan, justru nilai-nilai semacam ini yang perlu difahamkan kepada penari sebagai wawarah atau tauladan dalam hidup bermasyarakat.
Ø  Cambuk (cemeti/pecut)
Pemanfaatan cemeti dalam ragam gerak tari perlu dicermati sehingga tidak hanya berkesan menari dengan membawa cemeti, tetapi cemeti merupakan bagian dari sebuah komposisi tari atau keragaman tari.  Dengan demikain cara memegang cemeti dalam berbagai pose tari perlu ditata lebih spesifik.
Ø  Gongseng
Agar gongseng tidak berjatuhan saat digunakan untuk menari, maka sebelum digunakan perlu dikontrol kondisi jahitannya.
Ø  Jepaplokan
Perlu adanya pengembangan tata busana maupun bentuk jeplaplokan yang digigit (kucingan) dan dimainkan dengan tangan agar tidak berkesan sama, hanya beda di pegang dan digigit.
Ø  Celeng
Perlu mempertegas pengembangan tata busana maupun bentuk celeng (penari celeng yang menggunakan property lebih menonjolkan  property celeng, sedangkan penari yang digarap tanpa menggunakan property celeng perlu mempertimbangkan model busana, model make up maupun model hiasan kepala yang mewakili bleger (sosok) jeleng .

Ragam tarian dalam Kesenian Jaranan

KERAGAMAN MATERI TARI DALAM SENI JARANAN
Secara garis besar keragaman dalam tari jaranan dapat dipiliah sebagai berikut, antara lain :
Ø  Ragam gerak tari jaranan ;
Ragam gerak tari jaranan merupakan serangkaian ragam gerak tari yang menggunakan property jaran (kepang) sesuai dengan bentuk/jenis seni jranan yang ditarikan (pegon/jawa, breng, senterewe dan lainnya).
Dalam keragaman tari tersebut tentu melekat kesan tari (kekuatan tari atau kualitas tari, pola ritmis, rasa joged).  Kesan tari tersebut memang perlu dipertajam dengan kemampuan penari melalui kemampuan gerak -  kemampuan musical maupun penghayatan.  Penekanan tari jaranan setidaknya membawa imajinasi seseorang yang menghidupkan gerak gerik kuda.  Karena perwujudannya dengan menggunakan propserty kuda, maka dalam tarian tersebut perlu memperhatikan cara-cara menghidupkan property tersebut, jadi tidak hanya sekedar dibawa (dipegang) untuk melakukan gerak tari.
Ø  Ragam gerak tari jepaplokan ;
Pada umumnya ragam gerak tari jepaplokan masih sebatas dilakukan secara improfisasi, setiap penari sebenarnya mempunyai peluang untuk menginterpretasikan motif-motif gerak yang sesuai dengan kesan ular (jepaplokan) tidak harus menggeliat-geliat, karena sudah menggunakan property kepala ular, maka bagaimana menghidupkan kepala ular tersebut melalui gerak-gerak imajinatif yang terpola dalam bentuk ragam gerak tari jepaplokan, perlu dipola secara khusus oleh para pelatih (peñata tari),
Beberapa motif gerak yang ada pada seni jaranan juga ada yang masih bisa dimanfaatkan untuk jepaplokan, terutama pada solah kaki, termasuk dalam pengembangann ini adalah mengembangkan pola perang (rampokan) antara jaranan dengan jepaplokan.
Ø  Ragam gerak tari celengan ;
Pada umumnya ragam gerak tari celeng masih sebatas dilakukan secara improfisasi, meskipun ada upaya mengembangkan solah celeng dengan kesan wirengan tanpa menggunakan property celeng.
Ada alternative yang bias dilakukan oleh para penari ataupun para creator (peñata tari) bahwa pengembangan solah celeng dengan menggunakan property maupun tidak menggunakan property celeng perlu memperhatikan kesan tentang celeng.  Pada saat penari menggunakan property celeng maka yang diperlukan adalah bagaimana menghidupkan property celeng tersebut, sedangkan pada saat tidak menggunakan property, maka yang diperlukan adalah bagaimana seseorang menari menirukan gerak-gerik celeng, imajinasi tentang celeng seyogyanya melekat pada motif gerak tari yang dipola.
Pada saat menarikan celeng dengan menggunakan celeng, make penari tak perlu seperti celeng yang menggunakan taring, tetapi cukup rias tajam untuk membantu karakter celeng.
Demikian pula pengembangan pola perang (rampogan) antara celeng dengan jaran masih sangat diperlukan pola-pola yang lebih efektif.
Ø  Ragam gerak tari macanan/kucingan ;
Hadirnya tari macanan ada pula yang menyebutnya kucingan,  dengan menggunakan property kepala ular seperti jepaplokan tetapi digigit, sehingga kedua tangan bisa dengan bebas melakukan gerak tari merupakan sebuah alternative memperkaya penyajian. Yang perlu mendapat perhatian dalam penampilan tari mcanan/kucingan tersebut adalah perlunya mengembangkan pola maupun motif ragam gerak tari macanan/kucingan melalui pendekatan imajintif (membayangkan) sesuai dengan karakter macanan/kucingan yang dimaksudkan. 
Dalam berimajinasi (membayangkan) tesebut kita perlu pendekatan obyektif tentang sesuatu yang kita bayangkan, misalnya tentang bentuk ataupun prilaku obyek yang kita bayangkan (bentuk dan prilaku macanan/kucingan)
Untuk membantu pencarian ragam gerak tari macanan/kucingan ini kita juga bisa memanfaatkan motif jurus harimau atau jurus kucing yang ada pada seni pencak silat.  Tentu saja perlu mengubah pola ritmis maupun tempo gerak sesuai dengan musical tari jaranan.
Ø  Ragam gerak ular naga ;
Hadirnya tarian ular naga (barongan ?/mungkin ada sebutan lain ?) merupakan kekayaan kretif dari para creator seni jaranan, meskipun hadirnya ular naga tersebut masih belum tergarap secara maksimal, masih berkesan melengkapi.  Property kepala naga yang digigit sebenarnya memberikan peluang yang lebih leluasa untuk mengembangkan keragaman gerak tari sebagai symbol tarian naga, untuk itu diperlukan interpretasi imajinatif agar kita mendapatkan motif gerak tari yang simbolik.
Yang dimaksud interpretasi imajinatif adalah upaya memperkirakan secara imajinasi (membayangkan) bagaimana gerakan ular naga.  Untuk pencarian ragam gerak ini kita bisa juga memanfaatkan motif jurus naga atau jurus ular yang biasa digunakan dalam seni pencak silat, tetapi pola ritmis dan pola temponya disesuaikan dengan ritmis dan tempo musical jaranan.

Perkembangan kesenian jaranan di palembang

Kita seharusnya bangga dengan anak muda zaman sekarang yang mau melestarikan kesenian tradisional khas indonesia tepatnya Tanah jawa.
Seperti di daerah ku di Pulau sumatra tepatnya di Sumatra selatan di kota palembang yang sekarang kesenian jaranan sudah menjadi trend anak muda.
Terkadang ada kebanggan terhadap anak" muda palembang akan tetapi terkadang ada yang buat kesenian menjadi tercoreng akibat anak" muda yang menonton jaranan sambil minum"an keras yg terkadang membuat adanya keributan.
Sudah banyak kelompok/Grup" jaranan yg terdapat di palembang dari yang aliran campur sarian hingga dangdut kreasi.
setiap sudut" daerah pasti terdapat kelompok/grub kesenian jaranan.seperti di daerah ku banyak sekali grup" jaranan seperti grup Suko Budoyo, Tunas Remaja, Tri budi utomo,rowo kidul,Laku bugho, Turonggo mudo utomo dll.
itu hanya sebagian kecil masih banyak lagi grup" jaranan yg terdapat di palembang.
saya berharap semoga kesenian jaranan semakin berkembang seiring berjalanannya waktu. dan semakin banyak anak muda yg mencintai kesenian tradisional khas indonesia bukan hanya kuda lumping

Sejarah Kesenian Jaranan

Seni Jaranan mulai muncul sejak abad ke 10 hijriah. Tepatnya pada tahun 1041. Atau bersamaan dengan kerajaan kahuripan dibagi menjadi 2 yaitu bagian timur kerajaan jenggala dengan ibu kota kahuripan dan sebelah barat kerajaan panjalu atau kendiri dengan ibu kota dhahapura.
Raja Airlangga memiliki seorang putri yang bernama Dewi Sangga Langit. Dia adalah orang kediri yang sangat cantik. Pada waktu banyak sekali yang melamar, maka dia mengadakan sayembara. Pelamar-pelamar Dewi Songgo Langit semuanya sakti. Mereka sama-sama memiliki kekuatan yang tinggi. Dewi Songgo Langit sebenarnya tidak mau menikah dan dia Ingin menjadi petapa saja. Prabu Airlangga memaksa Dewi Songgo Langit Untuk menikah. Akhirnya dia mau menikah dengan satu permintaan. Barang siapa yang bisa membuat kesenian yang belum ada di Pulau Jawa dia mau menjadi suaminya.
Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi Songgo Langit. Diantaranya adalah Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus Utusan Singo Barong Dari Blitar, kalawraha seorang adipati dari pesisir kidul, dan 4 prajurit yang berasal dari Blitar. Para pelamar bersama-sama mengikuti sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit. Mereka berangkat dari tempatnya masing-masing ke Kediri untuk melamar Dewi Songgo Langit.
Dari beberapa pelamar itu mereka bertemu dijalan dan bertengkar dahulu sebelum mengikuti sayembara di kediri. Dalam peperangan itu dimenangkan oleh Klana Sewandono atau Pujangganom. Dalam peperangan itu Pujangganom menang dan Singo Ludoyo kalah. Pada saat kekalahan Singo Ludoyo itu rupanya singo Ludoyo memiliki janji dengan Pujangganom. Singa Ludoyo meminta jangan dibunuh. Pujangganom rupanya menyepakati kesepakatan itu. Akan tetapi Pujangganom memiliki syarat yaitu Singo Barong harus mengiring temantenya dengan Dewi Sangga Langit ke Wengker.
Iring-iringan temanten itu harus diiringi oleh jaran-jaran dengan melewati bawah tanah dengan diiringi oleh alat musik yang berasal dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini menjadi kenong. Dan bambu itu menjadi terompet dan jaranan.
Dalam perjalanan mengiringi temantenya Dewi Songgo Langit dengan Pujangganom itu, Singo Ludoyo beranggapan bahwa dirinya sudah sampai ke Wengker, tetapi ternyata dia masih sampai di Gunung Liman. Dia marah-marah pada waktu itu sehingga dia mengobrak-abrik Gunung Liman itu dan sekarang tempat itu menjadi Simoroto. Akhirnya sebelum dia sampai ke tanah Wengker dia kembali lagi ke Kediri. Dia keluar digua Selomangklung. Sekarang nama tempat itu adalah selomangkleng.
Karena Dewi Sonmggo Langit sudah diboyong ke Wengker oleh Puijangganom dan tidak mau menjadi raja di Kediri, maka kekuasaan Kahuripan diberikan kepada kedua adiknya yang bernama Lembu Amiluhut dan Lembu Amijaya. Setelah Sangga Langit diboyong oleh Pujangganom ke daerah Wengker Bantar Angin, Dewi Sangga Langit mengubah nama tempat itu menjadi Ponorogo Jaranan muncul di kediri itu hanya untuk menggambarkan boyongnya dewi Songgo langit dari kediri menuju Wengker Bantar Angin. Pada saat boyongan ke Wengker, Dewi Sangga Langit dan Klana Sewandana dikarak oleh Singo Barong. Pengarakan itu dilakukan dengan menerobos dari dalam tanah sambil berjoget. Alat musik yang dimainkan adalah berasal dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini menjadi kenong.
Untuk mengenang sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit dan Pernikahanya dengan Klana Sewandono atau Pujangga Anom inilah masyarakat kediri membuat kesenian jaranan. Sedangkan di Ponorogo Muncul Reog. Dua kesenian ini sebenarnya memiliki akar historis yang hampir sama. Seni jaranan ini diturunkan secara turun temurun hingga sekarang ini.